Tauhid Perintah Pertama
TAUHID PERINTAH PERTAMA
Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ﴿٢١﴾ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Wahai manusia, beribadahlah kepada Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allâh, padahal kamu mengetahui.[al-Baqarah/2:21-22]
Muqaddimah
Ketika kita membuka lembaran-lembaran mush-haf al-Qur’ân, kita akan mendapatkan kata perintah pertama kali terdapat dalam surat al-Baqarah ayat ke-21 dan kata larangan pertama kali terdapat dalam surat al-Baqarah ayat ke-22. Oleh karenanya, kedua ayat ini sangat penting untuk kita fahami dengan baik. Berikut ini sedikit penjelasan tentang dua ayat tersebut. Semoga bermanfaat.
Tafsir Ayat ke-21:
Firman Allâh Azza wa Jalla :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
Wahai manusia!
Ini adalah seruan kepada seluruh manusia, dari semua bangsa atau suku, di semua tempat dan waktu, setelah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan bahwa agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditujukan kepada seluruh manusia. Hal ini sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutusmu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. [Saba’/34:28]
Firman Allâh Azza wa Jalla :
اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
Beribadahlah kepada Robb-mu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu.
Ini menunjukkan bahwa manusia wajib beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla karena Dia telah menciptakan manusia. Hal ini sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla yang menyebutkan perkataan Nabi Syu’aib Alaihissallam kepada kaumnya :
وَاتَّقُوا الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالْجِبِلَّةَ الْأَوَّلِينَ
Dan bertaqwalah kepada Allâh yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu. [asy-Syu’arâ’/26:184]
Dan sesungguhnya perintah Allâh Azza wa Jalla ini merupakan hikmah manusia diciptakan di dunia ini, sebagaimana firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. [adz-Dzâriyât/51:56]
Beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla yaitu: taat secara mutlak kepada Allâh Azza wa Jalla , disertai dengan rasa cinta dan pengangungan, berharap dan takut, dengan cara melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya lewat syari’at Rasul-Nya (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) dengan hati yang ikhlas.
Firman Allâh Azza wa Jalla :
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Agar kamu bertaqwa
Ini adalah tujuan ibadah seorang hamba, yaitu agar bertaqwa, agar hamba terlindungi dari murka dan siksa Allâh Azza wa Jalla .
Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah (wafat 795 H) berkata, “Makna dasar dari kata taqwa adalah seorang hamba membuat perlindungan yang akan melindunginya dari apa yang dia takutkan dan dia waspadai. Jadi makna ketaqwaan hamba kepada Rabbnya adalah dia membuat perlindungan yang akan melindunginya dari apa yang dia takutkan dan dia waspadai dari Rabbnya, seperti kemarahan-Nya dan siksa-Nya, dengan cara mentaati-Nya dan menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan kepada-Nya.”[1]
Ini juga menujukkan bahwa manfaat ibadah yang dilaksanakan hamba akan kembali kepada hamba tersebut, bukan untuk Allâh Azza wa Jalla , juga bukan untuk orang lain. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
Barangsiapa mengerjakan amal saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-sekali tidaklah Rabbmu menganiaya hamba-hamba(Nya) [Fusshilat/41:46]
Tafsir Ayat ke-22:
Firman Allâh Azza wa Jalla :
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ
Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu.[al-Baqarah/2:22]
Ini menunjukkan bahwa di antara sebab hamba diwajibkan beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla adalah Allâh Azza wa Jalla telah memberi rezeki kepada manusia. Dan Allâh Azza wa Jalla telah menyiapkan segala keperluan hidup manusia, dan telah melimpahkan berbagai nikmat-Nya kepada hamba. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ ﴿٥٧﴾ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allâh Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. [adz-Dzâriyât/51:56-58]
Syaikh Abdurrahman bin Nâshir as-Sa’di (wafat 1376 H) rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat ke-22 dari surat al-Baqarah ini, “Kemudian Allâh Azza wa Jalla menyebutkan hujjah (argumentasi-red) wajibnya beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla semata, yaitu Dia adalah Rabb (Pencipta; Pemilik; Penguasa; Pemelihara) kamu (manusia), Yang telah memelihara kamu dengan berbagai macam kenikmatan.
Dia telah menciptakan kamu yang sebelumnya tidak ada. Dia juga telah menciptakan orang-orang sebelum kamu. Dia telah memberikan kenikmatan kepada kamu dengan kenikmatan-kenikmatan lahir dan batin.
Dia telah menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu, kamu dapat menetap di atasnya. Kamu juga dapat memanfaatkannya dengan (membuat) bangunan, pertanian, pengolahan tanah, berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain dan berbagai pemanfaatan bumi yang lain.
Dia juga telah menjadikan langit sebagai atap bagi tempat tinggal kamu, dan Dia meletakkan di langit berbagai benda bermanfaat yang menjadi kebutuhan kamu, seperti matahari, bulan dan bintang-bintang….
Kemudian Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan, seperti biji-bijian dan buah-buahan dari pohon kurma, dan seluruh buah-buahan, serta tumbuh-tumbuhan, dan lainnya, sebagai rezeki untukmu, dengan itu kamu memperoleh rezeki, kamu mendapatkan makanan pokok, kamu hidup, dan bersenang-senang”.[2]
Firman Allâh Azza wa Jalla :
فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا
Karena itu, janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allâh Azza wa Jalla.
Ini merupakan larangan terhadap perbuatan syirik lawan dari tauhid, yaitu “Janganlah kamu menjadikan tandingan-tandingan (bagi Allâh Azza wa Jalla ) dari kalangan makhluk, yaitu kamu beribadah kepada tandingan-tandingan itu sebagaimana kamu beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla , dan kamu mencintai mereka sebagaimana kamu mencintai Allâh Azza wa Jalla , sedangkan mereka seperti kamu, diciptakan oleh Allâh Azza wa Jalla , diberi rezeki oleh Allâh Azza wa Jalla , dikuasai oleh Allâh Azza wa Jalla . Mereka tidak memiliki apapun, meskipun seberat debu di bumi dan di langit. Dan mereka tidak dapat memberikan manfaat kepada kamu dan tidak dapat membahayakan kamu”.[3]
Firman Allâh Azza wa Jalla :
وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Padahal kamu mengetahui.
Yaitu kamu mengetahui “bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak memiliki sekutu dan tandingan, baik di dalam mencipta, memberi rezeki, dan mengatur. Demikian juga Allâh Azza wa Jalla tidak memiliki sekutu dan tandingan dalam ulûhiyah (hak untuk diibadahi) dan kesempurnaan. Lalu, bagaimana bisa kamu beribadah kepada tuhan-tuhan yang lain disamping beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla ? Padahal kamu mengetahui hal itu. Ini merupakan perkara yang sangat mengherankan dan kebodohan yang paling bodoh”.[4]
Hal ini sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka (orang-orang musyrik), “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab, “Allâh”, maka bagaimanakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). [al-‘Ankabut/29:61]
Petunjuk-Petunjuk Ayat :
- Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada seluruh manusia.
- Manusia wajib beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla karena Dia telah menciptakan manusia.
- Di antara sebab manusia wajib beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla adalah karena Dia memberi rezeki kepada manusia
- Tujuan ibadah hamba kepada Rabbnya adalah taqwa, yaitu untuk melindungi diri dari murka dan siksa Allâh Azza wa Jalla .
- Tauhid adalah perintah pertama kali aalam al-Qur’an. Ini menunjukkan pentingnya tauhid.
- Syirik adalah larangan pertama kali dalam al-Qur’an. Ini menunjukkan bahaya syirik.
- Manusia meyakini keesaan Allâh dalam rubûbiyah-Nya (kekuasaan-Nya), maka seharusnya mereka juga meyakini keesaan Allâh dalam ulûhiyah-Nya (hak-Nya untuk diibadahi dan tidak disekutuan dengan selainNya)
Inilah sedikit penjelasan dua ayat yang agung ini. Semoga Allâh Azza wa Jalla selalu membimbing kita di atas jalan yang lurus.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XVII/1435H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Kitab Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam, 1/398, diteliti oleh: Syaikh Syu’aib al-Arnâuth dan Syaikh Ibrâhîm Bajis, penerbit: Muasasah ar-Risalah
[2] Tafsir Taisîr Karîmirrahmân, surat al-Baqarah ayat ke-22
[3] Tafsir Taisîr Karîmirrahmân, surat al-Baqarah ayat ke-22, karya Syaikh Abdurrahman bin Nâshir as-Sa’di
[4] Tafsir Taisîr Karîmirrahmân, surat al-Baqarah ayat ke-22
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/41142-tauhid-perintah-pertama-2.html